Bagian I
Latar Belakang Kisah Gajah Mada
Gajah Mada berasal dari
seorang pemimpin pasukan dengan pangkat begelen atau lurah prajurit,
yang kemudian menyelamatkan raja Majapahit Sri Jayanagara ketika
terjadi pemberontakan Ra Kuti,
dilarikan ke daerah sekitar Lumajang. Setelah melakukan penyusunan kekuatan,
kemudian berhasil merebut kembali kekuasaan Majapahit yang ibu kota kerajaan
sempat dikuasi oleh pasukan pemberontak yang dipimpin Ra kuti.
Setelah
itu Gajah Mada diangkat menjadi patih di kerajaan bawahan Majapahit yaitu Daha,
dilanjut menjadi patih di Jenggala dan akhirnya diangkat menjadi Maha
Patih di kerajaan Majapahit. Gajah Mada berhasil menumpas pemberontakan
dibeberapa daerah kerajaan bawahan kerajaan Majapahit juga, yaitu kerajaan Sadeng
dan Keta, dilanjut dengan invasi terhadapa ke kerajaan Bali. Ketika
diangkat atau dinobatkan menjadi maha patih di kerajaan Majapahit, disitulah
Gajah Mada mengucapkan sumpah yang terkenal dengan sebutan "Sumpah Palapa".
Cerita
asal mula karier Gajah Mada, mulai dari begelen pasukan Majapahit sampai
mengucapkan Sumpah Palapa yang sebelumnya diselingi dengan kisah penyelamatan
raja Sri Jayanagara, dan itulah sebenarnya yang dikisahkan oleh kitab
Pararaton, dengan catatan tidak ada sumber sejarah lain yang mengatakan hal
yang sama atau mendukung kisah itu.
Bagian II
Hasil Analisa Kitab Pararaton
Hasil
analisa dari kitab Pararaton berdasarkan asal usul pembuatan kitab, didapat
beberapa kesimpulan yaitu bahwa kisah Ken Arok, perang Bubat dan Sumpah Palapa
adalah dusta atau kebohongan sejarah, dengan tujuan memecah belah persatuan dan
kesatuan bangsa oleh kaum penjajah Belanda dalam rangka menggalkan terwujudnya persatuan
dan kesantuan bangsa dengan simbolisasi Sumpah Pemuda.
Dua
suku bangsa besar yang merupakan pondasi kesatuan bangsa ini, mereka diarahkan
untuk saling besetru, bermusuhan, dan akhirnya perang dingin berkepanjangan
yaitu Jawa disimbolkan oleh kerajaan Majapahit dan Sunda disimbolkan oleh
kerajaan Sunda Galuh, dengan akhir tragedi tercipta kisah perang Bubat sebagai
issue yang dilemparkan ke publik.
Kisah
Ken Arok hanya sebagai alasan, lebih kearah pembenaran bahwa memang ada asal
usulnya kalau kelicikan atau praktek mensiasati alias tipu daya itu di lakukan
oleh orang-orang Kerajaan Majapahit yang seoalah-olah dilakukan secara turun
temurun sifat seperti itu, sebab Sri Rajasa Sang Anurwabhumi alias Ken Arok
sebagai raja pertama dari Wangsa Rajasa, cikal bakal dari raja-raja kerajaan
Majapahit.
Sri
Rajasa sendiri awalnya dikisahkan sebagai seorang kriminal, brutal dan yang
berhasil merebut kekuasaan dari kerajaan yang ada pada waktu itu yaitu Kediri
yang sebelumnya ada komplik perebutan kekuasan wilayah Tumapel (versi kitab
Pararaton) dan mendirikan kerajaan sendiri yaitu Tumapel (Singhasari, versi
kitab Pararaton).
Alasan
langsung supaya terjadinya perang Bubat adalah dengan adanya keterikatan
Sumpah Palapa yang dilakukan Gajah Mada, ini alibi yang harus dipersalahkan,
merupakan sebab yang pas untuk alasan timbulnya perang tersebut, dengan Gajah
Mada sebagai kambing hitamnya.
Dalam
sejarah kekuasaan Kerajaan Majapahit, hanya ada 2 kerjaan yang tidak tidak
tercatat sebagai kerajaan taklukan, yaitu kerajaan Sunda Galuh dan Madura.
Kalau
kerajaan Majapahit memperlakukan kerajaan Sunda Galuh seperti dalam cerita
perang Bubat, berarti double standard atau standar ganda, soalnya dengan
Madura juga mereka punya hubungan sejarah yang kental, begitu juga dengan
kerajaan Sunda Galuh. Terlebih Sunda Galuh adalah kerajaan adidaya pada waktu
itu, kemungkinan ada deal-deal politik bisa saja terjadi.
Lantas
apa motifnya kitab Pararaton menceritakan kisah yang tidak ada dalam sumber
sejarah lain, yaitu proses penyelamatan raja Majapahit dalam arti luas
menyelamatkan keutuhan kerajaan atau negara Majapahit, dengan latar belakang
Gajah Mada dari prajurit tingkat menengah, tiba-tiba menyelamatkan raja. Cerita
itu kelihatan realistis sekali dibuat dengan alur yang masuk logika dari setiap
tahapanya, sehingga seorang prajurit menengah bisa berkarier menjadi seorang
pejabat negara yang disegani dan malahan mempunyai peran dominan dalam
menentukan kebijakan negara pada akhirnya.
Ini
sepertinya kisah yang disisipkan, atau kisah yang terasa mirip, kisah
yang menjadi simbol atau perlambang bagi yang lainya, dan bisa jadi
didasari oleh suatu kepentingan. Cerita sejarah dimasukan pasti ada
motif
tertentu, kalau ternyata itu suatu yang tidak benar dan kisah Gajah Mada
mulai awal berkarier sampai akhirnya menjadi Maha Patih di Majapahit
hanya baru satu sumber yaitu kitab pararaton yang mengkisahkannya.
Pertanyaannya, atas dasar kepentingan apa cerita itu dibuat atau semisalnya terjadi penyisipan, siapa atau pihak mana yang mempunyai kepentingan atas alur dan nuasa cerita itu, terlebih maksud dan tujuannya apa? Sekali lagi pertanyaan ini berlaku kalau memang cerita itu cerita yang tidak pernah terjadi.
Pertanyaannya, atas dasar kepentingan apa cerita itu dibuat atau semisalnya terjadi penyisipan, siapa atau pihak mana yang mempunyai kepentingan atas alur dan nuasa cerita itu, terlebih maksud dan tujuannya apa? Sekali lagi pertanyaan ini berlaku kalau memang cerita itu cerita yang tidak pernah terjadi.
Kitab
Pararaton yang ada sekarang dijadikan referensi sejarah menurut informasi bahwa
kitab itu terakhir dicetak dengan metoda atau tehnik pres yaitu tahun 1966,
walau pun tetap identitas si pembuat menunjukan tahun saka sekitar abad ke-16.
Petikannya
seperti ini “
Pada
tahun 1966 juga adalah masa terjadinya pergolakan politik di Indonesia,
masa-masa peralihan, yang ditandai dengan kisah pemberontakan atau kudeta
Partai Komunis Indonesia (PKI)
dengan peristiwa yang terkenal dengan sebutan G 30 S /PKI karena awal
terjadinya tanggal 30 September tahun 1965, yang penumpasannya oleh Letnan
Jenderal (Letjen) Suharto
(red, Presiden RI ke-2) dan juga kisah Surat Perintah 11 Maret
(Supersemar) pada tahun 1966.
Pada
waktu itu (1966) Presiden Soekarno
diceritakan diungsikan, karena ada kekuatan militer yang mengepung istana
ketika terjadi sidang kabinet. Penyelamatan pun segera dengan evakuasi yang
dilakukan dilakukan dari Istana Merdeka ke Istana Bogor. Tapi kemudian kembali
lagi setelah mendapatkan laporan bahwa kondisi kemanan sudah dipulihkan, dan
diterangkan bahwa hal tersebut karena terjadi miss komunikasi antar pasukan.
Setelah
itu dengan mandat Supersemarnya, Letjen Suharto memegang kendali penuh atas
operasi pengamanan dan pemulihan kemanan negara. Proses berlanjut terus yang
akhirnya Letjen Soeharto menjabat sebagai presiden semetara mengantikan
sementara Presiden Sukarno yang diangkat oleh MPR Sementara pada tanggal 12 Maret 1967 dan pada tahun
1968 resmi menjadi presiden menggantikan Presiden Soekarno, kemudian dilanjut
lagi berdasarkan hasil pemilu, ditetapkanlah oleh MPR pada tahun 1973 menjadi presiden
kembali dan setrusnya.
Kondisi
Presiden Soekarno pada tahun kisaran 1965-1968 waktu itu secara politik
pengaruhnya memang sudah sangat melemah. Banyak ketidakpuasan dari berbagai
pihak dan elemen masyarakat, terlebih dari lawan politiknya.
Sri Jayanagara alias
Kalagemet, Kalagemet sendiri adalah nama lain dari Sri Jayanagara raja
Majapahit setelah Raden Wijaya, menurut kitab Pararaton. Kalagemet
mempunyai arti manusia yang lemah dalam arti kepemimpinan, sifatnya yang
tidak
tegas, banyak terpengaruh oleh orang-orang disekitarnya. Kitab Pararaton
sendiri menceritakan pula tentang kebiasaan Sri Jayanagara ini tentang
kesukaannya terhadap lawan jenis secara urakan. Menurut rumor presiden
pertama
bangsa nusantara ini juga mempunyai kebiasaan dan sikap yang hampir
mirip, kebenaran rumor-rumor ini sendiri tidak bisa
dipertanggungjawabkan, bisa jadi ini hanya lemparan issu dari pihak lain
atau lawan politiknya, dalam komplik politik segalanya bisa terjadi,
walau pun menembus batas-batas diluar kemanusiaan, sikap yang harus
dilakukan untuk menanggapi issu-issu semacam itu adalah selalu
mengedepankan azas praduga tak bersalah.
Dalam
film G 30 S/PKI versi jaman orde baru, yang selalu ditanyangkan setiap tanggal
30 September, setiap tahun tentunya pada masa itu, yang sekarang tidak pernah
terulang lagi, terdapat kisah sebelum peristiwa pemberontakan PKI, Presiden
Soekarno menderita sakit sehingga harus mendatangkan dokter dari negeri Cina.
Sri
Jayanagara sebelum terjadi pemberontakan, dikisahkan dia juga mengalami sakit
bisulan (red, semacam sfillis) akibat
kebiasaanya itu dan kisah selanjutnya adalah proses pencobaan pembunuhan oleh
seorang tabib bernama Tanca, dan akhirnya dikisahkan bahwa si tabib dibunuh
oleh Gajah Mada karena ketahuan akan niatnya.
Ra
Kuti adalah abdi dalam istana yang memberontak setelah mempengaruhi sebagian
angkatan pasukan tentara kerajaan Majapahit lainnya. PKI pun dikisahkan sudah
membentuk angkatan ke 5 dari para petani dan buruh yang dipersenjatai.
Dua-duanya berhasil menguasai ibu kota negara dengan mempengaruhi angkatan
lainya dalam tubuh pasukan militer.
PKI
berhasil membujuk oknum angkatan udara serta pasukan elit pengawal presiden.
Artinya sama-sama pemberontakan itu berasal dari orang dalam dari lingkungan
istana bahkan dekat dengan raja kalau kisah pemberontakan Ra Kuti, dan yang
dekat dengan presiden kalau dalam kisah G 30 S/PKI.
Didalam
kitab Negara Kertagama tidak disinggung sedikitpun kisah pemberontakan Ra Kuti
dan Sri Jayanagara tidak pula mempunyai kisah aneh-aneh. Biasa saja dalam
menjalankan tugas kerajaannya sebagaimana mestinya.
Gajah
Mada diceritakan oleh oleh kitab Negara Kertagama tiba-tiba muncul menjadi
mahapatih di kerajaan Majapahit, sedang asal usulnya tidak diketahui. Ketiadaan
informasi inilah merupakan celah lebar untuk menyisipkan cerita didalamnya.
Satu hal bahwa kalau Gajah Mada berasal dari prajurit menengah, lantas
tiba-tiba menjadi Mahapatih, tentunya harus ada alasan yang mendasar, karena
secara organisasi militer itu tidak mungkin. Terlalu banyak yang dilompati.
Dasar pembenarannya yaitu dengan tindakan penyelamatan raja, dalam arti luasnya
penyelamatan kerajaan, supaya diakui oleh masyarakat kerajaan.
Letjen Soeharto dengan langkah-langkah yang dilakukan
dalam beberapa peristiwa berhasil secara gemilang, dan dalam tempo singkat
berhasil menjabat sebagai pejabat presiden sementara, lantas kemudian menjadi
presiden penuh. Tentunya ada beberapa level jenjang kemiliteran yang dilompati.
Tidak ada yang salah memang, hal itu bisa saja terjadi, tetapi untuk memberikan
kenyamanan dan ketentraman harus ada suatu efek sentuhan psikologi masyarakat,
ada praduga bahwa dua cerita ini ada kemiripan.
Bagian IV Penutup
Kemiripan
alur cerita ini, bisa jadi kebetulan. Kalau mau dimiripkan juga
kelihatannya
bisa, artinya Gajah Mada bisa diumpamakan sebagai simbolisasi atau
perlambang dari pembenaran
dari kisah proses perjalalanan terbentuknya orde baru, atau juga cerita
yang dibuat mirip. Kisah ini bisa jadi yang satu tergantung yang lain,
bisa cerita yang satu didasari atas yang lain, hubungan bolak balik.
Tidak
ada efek langsung memang atau pun proses pembenaran untuk sesuatu
masalah yang
ditutup-tutupi kalau pun misalnya menjadi perlambang, tapi ini mungkin
hanya sekedar propaganda untuk cipta kondisi, sehingga
menimbulkan efek psikologis masyarakat, bahwa memang dalam sejarah sudah
ada
contoh hal tersebut. Mungkin bisa jadi atas dasar ada kepentingan besar
yang harus diselamatkan, kalau pun itu memang terjadi, kesatuan dan
persatuan bangsa itu yang lebih utama. Sehingga desas-desus proses
peralihan yang dicurigai
sebagai pengambilalihan kekuasaan, yang bisa jadi menimbulkan konflik
horizontal, oleh sebagian kalangan dapat diredakan.
Cerita
ini silakan ditafsirkan sendiri oleh pembaca yang budiman, atau silahkan
menjustifikasi masing-masing tentang kebenaran dari logika cerita ini
dan mudah-mudah cerita ini tidak benar. Kalau pun benar tidak ada yang
patut dipersalahkan, bisa saja semua berawal dari niat baik, bisa jadi
pihak para pelaku orba juga tidak paham tentang perubahan cerita itu,
bisa jadi ada pihak ketiga yang mempunyai niat baik untuk menjaga
keutuhan bangsa. Segala kemungkinan selalu ada dan bisa terjadi termasuk
cerita atau kisah Gajah Mada itu pun tidak bisa dipandang salah, selama
pembuktian sejarah masih belum ada, sekali lagi selalu kedepankan azas
praduga tak bersalah.
Salam Damai Negeriku, Salam Sejahtera Nusantaraku.