APAKAH GAJAH MADA
SIMBOLISASI ORDE BARU?
Gajah Mada berasal dari seorang pemimpin pasukan dengan pangkat begelen
atau lurah prajurit, yang kemudian menyelamatkan raja Majapahit Sri
Jayanagara ketika terjadi pemberontakan Ra Kuti, dilarikan ke daerah
sekitar Lumajang. Setelah melakukan penyusunan kekuatan, kemudian
berhasil merebut kembali kekuasaan Majapahit yang sempat dikuasi oleh
pasukan pemberontak yang dipimpin Ra-kuti.
Setelah itu Gajah Mada diangkat menjadi patih di kerajaan bawahan
Majapahit yaitu Daha, dilanjut menjadi patih di Jenggala dan akhirnya
diangkat menjadi Maha Patih di kerajaan Majapahit. Gajah Mada berhasil
menumpas pemberontakan dibeberapa daerah kerajaan bawahan kerajaan
Majapahit juga, yaitu kerajaan Sadeng dan Keta, dilanjut dengan gempuran
ke kerajaan Bali. Ketika diangkat menjadi maha patih di kerajaan
Majapahit, disitulah Gajah Mada mengucapkan sumpah yang terkenal dengan
sebutan "Sumpah Palapa".
Cerita asal mula karier Gajah Mada, mulai dari begelen pasukan Majapahit
sampai mengucapkan Sumpah Palapa yang sebelumnya diselingi dengan kisah
penyelamatan raja Sri Jayanagara, itulah yang dikisahkan oleh kitab
Pararaton dan tidak ada sumber sejarah lain yang mengatakan hal yang
sama dan mendukung kisah itu.
Hasil analisadari kitab Pararaton berdasarkan asal usul pembuatan kitab,
didapat beberapa kesimpulan yaitu bahwa kisah Ken Arok, perang Bubat
dan Sumpah Palapa adalah dusta atau kebohongan sejarah, dengan tujuan
memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa oleh kaum penjajah Belanda
dalam rangka menggalkan terwujudnya persatuan dan kesantuan bangsa
dengan simbolisasi Sumpah Pemuda. Dua suku bangsa besar yang merupakan
pondasi kesatuan bangsa ini, mereka diarahkan untuk saling besetru,
bermusuhan, dan akhirnya perang dingin berkepanjangan yaitu Jawa
disimbolkan oleh kerajaan Majapahit dan Sunda disimbolkan oleh kerajaan
Sunda Galuh, dengan akhir tragedi tercipta kisah perang Bubat sebagai
issu yang dilemparkan ke publik.
Kisah Ken Arok hanya sebagai alasan, lebih kearah pembenaran bahwa
memang ada asal usulnya kalau kelicikan itu di lakukan oleh orang-orang
Kerajaan Majapahit secara turun temurun, sebab Sri Rajasa Sang
Anurwabhumi alias Ken Arok sebagai raja pertama dari Wangsa Rajasa,
cikal bakal dari raja-raja kerajaan Majapahit. Sri Rajasa sendiri
awalnya dikisahkan sebagai seorang kriminal, brutal dan yang berhasil
merebut kekuasaan dari kerajaan yang ada pada waktu itu yaitu Kediri
yang sebelumnya ada komplik perebutan kekuasan wilayah Tumapel (versi
kitab Pararaton) dan mendirikan kerajaan sendiri yaitu Tumapel
(Singhasari, versi kitab Pararaton).
Alasan langsung supaya terjadinya perang Bubat adalah dengan adanya
keterikatan Sumpah Palapa yang dilakukan Gajah Mada, ini alibi yang
harus dipersalahkan, merupakan sebab timbulnya perang tersebut, dengan
Gajah Mada sebagai kambing hitamnya.
Dalam sejarah kekuasaan Kerajaan Majapahit hanya sds 2 kerjaan yang
tidak tidak tercatat sebagai kerajaan taklukan, yaitu kerajaan Sunda
Galuh dan Madura.
Kalau kerajaan Majapahit memperlakukan kerajaan Sunda Galuh seperti
dalam cerita perang Bubat, berarti double standard atau standar ganda,
soalnya dengan Madura juga mereka punya hubungan sejarah yang kental,
begitu juga dengan kerajaan Sunda Galuh. Terlebih Sunda Galuh adalah
kerajaan adidaya pada waktu itu, kemungkinan ada deal-deal politik bisa
saja terjadi.
Lantas apa motifnya kitab Pararaton menceritakan kisah yang tidak ada
dalam sumber sejarah lain, yaitu proses penyelamatan raja Majapahit
dalam arti luas menyelamatkan keutuhan kerajaan atau negara Majapahit,
dengan latar belakang Gajah Mada dari prajurit tingkat menengah,
tiba-tiba menyelamatkan raja. Cerita itu kelihatan realistis sekali
dibuat dengan alur yang masuk logika dari setiap tahapanya, sehingga
seorang prajurit menengah bisa berkarier menjadi seorang pejabat negara
yang disegani dan malahan mempunyai peran dominan dalam menentukan
kebijakan negara pada akhirnya.
Ini sepertinya kisah yang disisipkan, kisah yang menjadi simbol dari
suatu kepentingan, karena jelas suatu cerita sejarah dimasukan pasti ada
motif tertentu, kalau ternyata itu suatu kebohongan. Pertanyaannya,
siapa atau pihak mana yang mempunyai kepentingan atas alur dan nuasa
cerita itu???
Kitab Pararaton yang ada sekarang dijadikan referensi sejarah menurut
informasi bahwa kitab itu terakhir dicetak dengan metoda atau tehnik
pres yaitu tahun 1966, walau pun tetap identitas si pembuat menunjukan
tahun saka sekitar abad ke-16.
Petikannya seperti ini “
“Kitab Pararaton menjadi salah satu sumber utama sejarah Jawa selama
sekitar tiga abad sampai Majapahit berakhir. Sulit mencari terjemahan
Indonesia. Buku itu sudah menguning. Tipis, tebalnya hanya 95 halaman.
Sampulnya hanya dua warna, hijau dan hitam.
Bentuk huruf sampul dan depannya jelas memperlihatkan ini dicetak dengan
teknik pres, bukan stensil yang menjadi standar sekarang. Halaman
berikutnya menunjukkan tahun penerbitan: 1966. Berada di tumpukan buku
bekas di kawasan Shopping Center, Yogyakarta, buku itu segera menarik
perhatian karena judulnya: Pararaton.”
Pada tahun 1966 juga adalah masa terjadinya pergolakan politik di
Indonesia, masa-masa peralihan, yang ditandai dengan kisah pemberontakan
atau kudeta Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan peristiwa yang
terkenal dengan sebutan G 30 S /PKI karena awal terjadinya tanggal 30
September tahun 1965, yang penumpasannya oleh Letnan Jenderal (Letjen)
Suharto (red, Presiden RI ke-2) dan juga kisah Surat Perintah 11 Maret
(Supersemar) pada tahun 1966.
Pada waktu itu (1966) Presiden Soekarno diceritakan diungsikan, karena
ada kekuatan militer yang mengepung istana ketika terjadi sidang
kabinet. Penyelamatan pun segera dengan evakuasi yang dilakukan
dilakukan dari Istana Merdeka ke Istana Bogor. Tapi kemudian kembali
lagi setelah mendapatkan laporan bahwa kondisi kemanan sudah dipulihkan,
dan diterangkan bahwa hal tersebut karena terjadi miss komunikasi antar
pasukan.
Setelah itu dengan mandat Supersemarnya, Letjen Suharto memegang kendali
penuh atas operasi pengamanan dan pemulihan kemanan negara. Proses
berlanjut terus yang akhirnya Letjen Soeharto menjabat sebagai presiden
semetara mengantikan sementara Presiden Sukarno yang diangkat oleh MPR
Sementara pada tanggal 12 Maret 1967 dan pada tahun 1968 resmi menjadi
presiden menggantikan Presiden Soekarno, kemudian dilanjut lagi
berdasarkan hasil pemilu, ditetapkanlah oleh MPR pada tahun 1973 menjadi
presiden kembali dan setrusnya.
Kondisi Presiden Soekarno pada tahun kisaran 1965-1968 waktu itu secara
politik pengaruhnya memang sudah sangat melemah. Banyak ketidakpuasan
dari berbagai pihak dan elemen masyarakat, terlebih dari lawan
politiknya.
Sri Jayanagara alias Kalagemet, Kalagemet sendiri adalah nama lain dari
Sri Jayanagara raja Majapahit setelah Raden Wijaya, menurut kitab
Pararaton. Kalagemet mempunyai arti manusia yang lemah dalam arti
kepemimpinan, sifatnya yang tidak tegas, banyak terpengaruh oleh
orang-orang disekitarnya. Kitab Pararaton sendiri menceritakan pula
tentang kebiasaan Sri Jayanagara ini tentang kesukaannya terhadap lawan
jenis secara urakan. Menurut rumor presiden pertama bangsa nusantara ini
juga mempunyai kebiasaan yang hampir mirip.
Dalam film G 30 S/PKI versi jaman orde baru, yang selalu ditanyangkan
setiap tanggal 30 September, setiap tahun tentunya pada masa itu, yang
sekarang tidak pernah terulang lagi, terdapat kisah sebelum peristiwa
pemberontakan PKI, Presiden Soekarno menderita sakit sehingga harus
mendatangkan dokter dari negeri Cina.
Sri Jayanagara sebelum terjadi pemberontakan, dikisahkan dia juga
mengalami sakit bisulan (red, semacam sfillis) akibat kebiasaanya itu
dan kisah selanjutnya adalah proses pencobaan pembunuhan oleh seorang
tabib bernama Tanca, dan akhirnya dikisahkan bahwa si tabib dibunuh oleh
Gajah Mada karena ketahuan akan niatnya.
Ra Kuti adalah abdi dalam istana yang memberontak setelah mempengaruhi
sebagian angkatan pasukan tentara kerajaan Majapahit lainnya. PKI pun
dikisahkan sudah membentuk angkatan ke 5 dari para petani dan buruh yang
dipersenjatai. Dua-duanya berhasil menguasai ibu kota negara dengan
mempengaruhi angkatan lainya dalam tubuh pasukan militer.
PKI berhasil membujuk oknum angkatan udara serta pasukan elit pengawal
presiden. Artinya sama-sama pemberontakan itu berasal dari orang dalam
dari lingkungan istana bahkan dekat dengan raja kalau kisah
pemberontakan Ra Kuti, dan yang dekat dengan presiden kalau dalam kisah G
30 S/PKI.
Didalam kitab Negara Kertagama tidak disinggung sedikitpun kisah
pemberontakan Ra Kuti dan Sri Jayanagara tidak pula mempunyai kisah
aneh-aneh. Biasa saja dalam menjalankan tugas kerajaannya sebagaimana
mestinya.
Gajah Mada diceritakan oleh oleh kitab Negara Kertagama tiba-tiba muncul
menjadi mahapatih di kerajaan Majapahit, sedang asal usulnya tidak
diketahui. Ketiadaan informasi inilah merupakan celah lebar untuk
menyisipkan cerita didalamnya. Satu hal bahwa kalau Gajah Mada berasal
dari prajurit menengah, lantas tiba-tiba menjadi Mahapatih, tentunya
harus ada alasan yang mendasar, karena secara organisasi militer itu
tidak mungkin. Terlalu banyak yang dilompati. Dasar pembenarannya yaitu
dengan tindakan penyelamatan raja, dalam arti luasnya penyelamatan
kerajaan, supaya diakui oleh masyarakat kerajaan.
Letjen Soeharto dengan langkah-langkah yang dilakukan dalam beberapa
peristiwa berhasil secara gemilang, dan dalam tempo singkat berhasil
menjabat sebagai pejabat presiden sementara, lantas kemudian menjadi
presiden penuh. Tentunya ada beberapa level jenjang kemiliteran yang
dilompati. Tidak ada yang salah memang, hal itu bisa saja terjadi,
tetapi untuk memberikan kenyamanan dan ketentraman harus ada suatu efek
sentuhan psikologi masyarakat, ada praduga bahwa dua cerita ini ada
kemiripan.
Kemiripan alur cerita ini, bisa jadi kebetulan. Kalau mau dimiripkan
juga kelihatannya bisa, artinya Gajah Mada bisa diumpamakan sebagai
simbolisasi dari pembenaran dari kisah proses perjalalanan terbentuknya
orde baru.
Tidak ada efek langsung memang atau pun proses pembenaran untuk sesuatu
masalah yang ditutup-tutupi, tapi ini hanya sekedar propaganda untuk
cipta kondisi sehingga menimbulkan efek psikologis masyarakat, bahwa
memang dalam sejarah sudah ada contoh hal tersebut. Sehingga desas-desus
proses peralihan yang dicurigai sebagai pengambilalihan kekuasaan oleh
sebagian kalangan dapat diredakan.
Cerita ini silakan ditafsirkan sendiri oleh pembaca yang budiman, atau
silahkan menjustifikasi masing-masing tentang kebenaran dari logika
cerita ini.
Wassalam