Minggu, 07 Agustus 2011

Pesona Masjid Cheng Hoo

Di sisi kiri masjid, terdapat sebuah beduk yang mengingatkan akan akulturasi budaya lokal.

Masjid Cheng Hoo, Surabaya (Facebook Masjid Cheng Hoo)

Bila melintas di Jalan Gading, belakang Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa, Surabaya, pasti akan terlihat sebuah bangunan besar berarsitektur khas Tiongkok, lengkap dengan ornamen khas Tiongkok lama dan warna merah. Namun jangan salah, bangunan itu bukanlah klenteng, melainkan masjid yang bernama Masjid Muhammad Cheng Hoo.

Masjid ini didirikan atas prakarsa para sesepuh, penasehat, pengurus Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), dan pengurus Yayasan Haji Muhammad Cheng Ho Indonesia Jawa Timur serta tokoh masyarakat Tionghoa di Surabaya. Kantor pengurus PITI masih berada dalam satu area dengan masjid ini.

Pembangunan masjid ini diawali dengan peletakan batu pertama 15 Oktober 2001 bertepatan dengan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Pembangunannya sendiri baru dilaksanakan 10 Maret 2002, dan baru diresmikan tanggal 13 Oktober 2002. Nama Cheng Hoo dipilih untuk menghormati nama laksamana agung dari Negeri Tirai Bambu yang berjasa menyebarkan agama Islam pada kaum Tionghoa di Indonesia pada abad 15.

Masjid yang didominasi warna merah, hijau, dan kuning ini memiliki gaya arsitektur yang unik karena merupakan perpaduan China dan Arab. Pintu masuknya yang menyerupai pagoda, lengkap dengan relief naga dan patung singa, menunjukkan identitas sebagai muslim Tionghoa (Islam Tiongkok) di Indonesia dan untuk mengenang leluhur warga Tionghoa yang mayoritas beragama Budha.

Unsur Arab hadir dalam lafaz Allah yang ditulis dalam huruf hijaiyah di puncak pagoda. Nama masjid dalam aksara Mandarin pun tertulis di papan namanya. Di sisi kiri masjid, terdapat sebuah beduk yang mengingatkan akan akulturasi budaya lokal dengan budaya China saat mulai masuk ke Indonesia.

Dan lagi-lagi unsur Tiongkok muncul pada bangunan utama masjid yang berbentuk segi 8 (pat kwa). Dalam bahasa Tionghoa, angka 8 dibaca Pat, yang juga memiliki makna jaya dan keberuntungan.

Secara keseluruhan Masjid Muhammad Cheng Hoo berukuran 21 x 11 meter, dengan bangunan utama berukuran 11 x 9 meter. Pada sisi kiri dan kanan bangunan utama tersebut terdapat bangunan pendukung yang tempatnya lebih rendah dari bangunan utama. Masjid ini dapat menampung hingga 200 jamaah.

Dilansir dari situs web resminya di masjidchenghoo.org, setiap bagian bangunan masjid ini memiliki arti tersendiri, misalnya ukuran bangunan utama. Panjang 11 meter pada bangunan utama merujuk pada ukuran Ka’bah saat pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrahim AS, yang memiliki panjang dan lebar 11 meter. Sedangkan lebar 9 meter pada bangunan utama ini diambil dari keberadaan Walisongo dalam melaksanakan syi’ar Islam di tanah Jawa.

Pada bagian depan bangunan utama terdapat ruangan yang dipergunakan oleh imam untuk memimpin salat dan khotbah yang sengaja dibentuk seperti pintu gereja. Hal ini menunjukkan bahwa Islam mengakui dan menghormati keberadaan Nabi Isa AS sebagai utusan Allah yang menerima Kitab Injil bagi umat Nasrani. Pesan lain yang juga ingin disampaikan adalah bahwa Islam mencintai hidup damai, saling menghormati dan tidak mencampuri kepercayaan orang lain.

Pada sisi kanan Masjid terdapat relief Muhammad Cheng Hoo bersama armada kapal yang digunakannya dalam mengarungi Samudera Hindia. Relief ini memiliki pesan kepada muslim Tionghoa di Indonesia pada khususnya agar tidak merasa risih ataupun sombong sebagai orang Islam.

Arsitektur Masjid Cheng Ho diilhami Masjid Niu Jie di Beijing yang dibangun pada tahun 996 Masehi. Inspirasi Niu Jie tampak pada bagian puncak, atau atap utama, dan mahkota masjid. Selebihnya adalah hasil perpaduan arsitektur Timur Tengah dan budaya lokal, Jawa.

Arsitek Masjid Muhammad Cheng Hoo adalah Ir. Abdul Aziz dari PITI Bojonegoro. Selain di Surabaya, masjid serupa juga telah ada di Palembang dengan nama Masjid Cheng Ho Palembang, serta di Pasuruan dengan nama Masjid Cheng Hoo Pasuruan.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...